Banda Aceh – Penjabat Gubernur Aceh, Dr. H. Safrizal ZA, M.Si, mengukuhkan Hj. Safriati, S.Si, M.Si, sebagai Bunda Literasi Aceh serta meresmikan Ruang Teater Library di Mall Baca Aceh atau Gedung Perpustakaan Wilayah Aceh, Selasa (5/11/2024). Dalam kesempatan itu, Pj Gubernur dan Bunda Literasi Aceh juga menyerahkan berbagai penghargaan di bidang perpustakaan dan kearsipan, yang bertujuan untuk mendorong peningkatan literasi dan pengelolaan arsip di Aceh.
Safrizal menekankan pentingnya literasi dalam memajukan bangsa, terutama bagi Aceh. “Tidak ada bangsa yang maju di dunia dengan literasi rendah. Bangsa yang maju berada di atas yang lain karena lebih dulu melek huruf dan memiliki angka literasi yang tinggi,” ujarnya. Data menunjukkan bahwa angka literasi Indonesia saat ini berada pada angka 69,42, menduduki peringkat ke-62 dari 70 negara yang diukur, sedangkan Aceh memiliki indeks literasi 66,23. Hal ini, menurut Safrizal, menuntut perhatian dan usaha keras Bunda Literasi serta seluruh elemen pemerintah dan masyarakat.
Safrizal menggarisbawahi bahwa rendahnya literasi juga berpengaruh pada tingkat pendidikan masyarakat, di mana rata-rata lama sekolah di Aceh hanya sekitar 9,5 tahun. “Tantangan kita adalah menaikkan angka literasi dan rata-rata lama sekolah. Banyak anak kita di Aceh putus sekolah di jenjang SMA. Ini harus kita atasi,” ujarnya. Ia mendorong Dinas Pendidikan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, serta dinas terkait lainnya untuk bekerja sama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Aceh, terutama di daerah terpencil.
Lebih lanjut, Pj Gubernur Aceh juga menekankan pentingnya memanfaatkan teknologi digital. Ia mengusulkan agar perpustakaan digital dan tutorial digital lebih diperkenalkan di pelosok Aceh. “Guru-guru harus mendapatkan pembaruan pengetahuan secara berkala agar bisa disampaikan kepada murid-muridnya. Kita ada di era digital, ini kesempatan untuk mengatasi hambatan akses literasi,” kata Safrizal.
Safrizal juga mengapresiasi peran aktif Bunda Literasi kabupaten/kota dalam upaya meningkatkan literasi. Safrizal menargetkan Aceh bisa menembus 10 besar nasional dalam indeks literasi. “Mari bantu Aceh untuk mengejar target ini. Aceh sejak dulu dikenal dengan peradaban dan tradisi literasinya. Dengan infrastruktur dan semangat yang kita miliki, kita harus lebih maju dari daerah lain,” ujarnya.
Selain itu, Safrizal mengingatkan pentingnya meningkatkan keterampilan para lulusan SMK dengan standar sertifikasi internasional, sehingga mereka memiliki kompetensi yang diakui oleh dunia kerja. “Jangan sampai lulusan kita mudah tergiur iming-iming bekerja di luar negeri tanpa keterampilan yang cukup. Literasi juga mencakup keterampilan hidup yang nyata,” tegasnya.
Dalam kegiatan tersebut, Safrizal juga menyerahkan penghargaan di bidang kearsipan dan perpustakaan. Beberapa penghargaan meliputi kategori Capaian Apresiasi SKPA Terbaik dalam Pengelolaan Arsip Dinamis di Lingkungan Pemerintah Aceh tahun 2024. Penghargaan lain diberikan untuk implementasi Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial kepada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh kepada tiga kabupaten/kota terbaik yaitu Kabupaten Pidie, Aceh Besar, dan Kota Langsa.
Sementara itu Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh (DPKA), Dr. Edi Yandra, mengatakan bahwa DPKA memiliki dua peran pengelolaan yaitu perpustakaan dan kearsipan. Sebagai lembaga kearsipan, DPKA telah melakukan penilaian terhadap Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) yang telah menerapkan pengelolaan arsip dinamis sesuai pedoman yang berlaku. Penilaian ini melibatkan sembilan indikator, termasuk ketersediaan arsiparis, ruang penyimpanan atau record center, sarana dan prasarana kearsipan, serta prosedur pemindahan, pemusnahan, dan penyerahan arsip statis ke lembaga kearsipan. “Tahun 2024 ini, ada sembilan SKPA yang memenuhi kriteria dan akan menerima penghargaan sebagai SKPA terbaik dalam pengelolaan arsip,” ujar Dr. Edi Yandra.
Di sisi perpustakaan, Edi menjelaskan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007, dinas ini memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan perpustakaan daerah. “Perpustakaan di sini berperan sebagai pusat informasi dan literasi untuk masyarakat Aceh,” katanya. Sebagai bagian dari upaya peningkatan literasi, Bunda Literasi yang saat ini dijalankan oleh Ibu Pj. Gubernur Aceh memiliki peran sentral. “Peran Bunda Literasi sangat penting dalam mendorong masyarakat Aceh agar semakin gemar membaca,” ujar dia.
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, kata Edi Yandra, juga aktif mengadakan berbagai kegiatan literasi, di antaranya kampanye membaca, storytelling, pemilihan Raja dan Ratu Baca Aceh, lomba bertutur, serta program inklusi sosial yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan koleksi perpustakaan. Selain itu, dinas ini mengadopsi aplikasi Inlislite untuk mengelola perpustakaan secara digital dan otomatis. “Melalui program ini, kami berharap semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk datang dan membaca,” kata Edi Yandra.
Dalam layanan perpustakaan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh mengusung konsep “Mall Baca” yang menawarkan 18 fasilitas, seperti ruang baca anak, ruang baca umum, ruang referensi, ruang untuk penyandang disabilitas, pentas seni, library theater, kafe, dan lainnya. Fasilitas ini dikunjungi rata-rata 1.000 orang setiap harinya.
Sementara itu, untuk layanan arsip, dinas ini telah mengembangkan kunjungan diorama dan pemutaran film terkait sejarah dan arsip guna meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kearsipan. Dr. Edi Yandra juga menegaskan bahwa dukungan dan partisipasi dari semua pihak, terutama Pj. Gubernur Aceh dan Bunda Literasi, sangat penting dalam meningkatkan minat baca di Aceh sebagai upaya mencerdaskan generasi mendatang. “Kami mengharapkan dorongan dan dukungan dari seluruh pihak demi mencerdaskan generasi Aceh di masa depan,” kata Edi Yandra.***