Iklan

Hadirkan Para Pakar, Tastafi Kaji Pemimpin yang Ideal Menurut Islam

MohdS
10/27/24, 11:29 WIB Last Updated 2024-10-27T04:29:24Z


Banda Aceh
– Majelis Pengajian Tasawuf, Tauhid, dan Fikih (Tastafi) Banda Aceh dan Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) melaksanakan kajian aktual dengan tema “Peran Pemimpin dalam Mewujudkan Generasi Islami yang Cerdas, Berbudaya, dan Bermartabat serta Berdaya Saing di Era Modern” di Kyriad Muraya Hotel Aceh, Banda Aceh, Sabtu malam, 26 Oktober 2024.


Ketua Umum ISAD, Tgk. Mustafa Husen Woyla, menyampaikan bahwa kajian ini menghadirkan empat narasumber, yaitu Tgk. Akmal Abzal, Tgk. Musannif, Tgk. Teuku Zulkhairi, dan Dr. Silahuddin.


Tgk. Akmal Abzal menyatakan bahwa untuk memastikan pemimpin yang bisa mewujudkan generasi islami, berbudaya, dan bermartabat serta berdaya saing, pemimpin tersebut harus memiliki sifat siddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. 


“Sifat tersebut merupakan bekal penting seorang pemimpin sebagaimana sifat Rasulullah. Orang yang memiliki sifat itu dipastikan tidak akan menyeleweng dalam kepemimpinannya,” ujarnya saat menyampaikan materi.


Menurutnya, amanah harus diberikan kepada orang yang mampu melakukannya. Hal ini sesuai perintah Allah, yang mendelegasikan manusia untuk memberikan amanah kepada ahlinya, termasuk dalam hal pemilihan kepemimpinan.


“Jika tidak diberikan pada ahlinya, maka berisiko bukan hanya bagi pemimpin dan partai pendukungnya, tetapi lebih luas dari itu, yang membuat kehancuran,” tegasnya.


Tgk. Akmal Abzal juga menegaskan bahwa pada diri Tgk. Musannif ada transfer gen ulama besar Aceh dan marwah ulama itu pasti akan turun padanya. Jika terpilih untuk memimpin Aceh Besar, maka ia diharapkan memberikan pelayanan yang adil, tidak membantu orang kaya yang meminta proyek, tetapi memberdayakan mereka untuk membantu fakir miskin.


Sementara itu, calon Bupati Aceh Besar, Tgk. Musannif, S.E., mengatakan bahwa pemimpin sangat penting memiliki kemampuan memimpin. Jika kriteria ini bisa dipenuhi, maka negara dan daerahnya akan ideal. 


“Cuma sulit mendapatkan itu,” katanya.


Ia menyebutkan bahwa yang memberikan dan mencabut kuasa adalah Allah. Kita tidak tahu apa hikmah Allah memberikan kekuasaan pada Firaun hingga ratusan tahun. Maka hari ini, pemimpin yang diharapkan adalah mereka yang memiliki rekam jejak yang baik, termasuk dalam pendidikan, keturunan, dan sebagai pahlawan nasional, serta menjalankan amanah saat diberikan kekuasaan.


“Tentu ciri-ciri ini menimbulkan rasa cinta kita padanya dan mendoakan kemenangannya serta memilihnya,” kata Tgk. Musannif.


Selama ini, menurutnya, ada tiga karakter pemilih yang sering dijumpai di lapangan, yaitu masyarakat menengah ke atas yang memperhatikan keilmuan calon pemimpin; kelompok menengah yang, ketika diberikan pengertian, masih bisa menerima arahan; serta kelompok nonblok yang hanya memikirkan keuntungan sesaat.


Masyarakat, katanya, seakan telah putus asa pada pemimpin yang diharapkan tetapi tidak pro rakyat. Masyarakat sudah trauma dengan kondisi kepemimpinan yang tidak sesuai dengan janji kampanye.


Tgk. Musannif juga menyampaikan bahwa pemimpin memiliki peran penting dalam mewujudkan generasi bermartabat. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dari calon pemimpin. Pertama, karakter. Pemimpin harus memiliki karakter yang tidak mengistimewakan kerabat dan keluarga dibandingkan masyarakat.


“Karakater seperti ini tidak boleh hidup dalam kepemimpinan,” tegasnya.


Kedua, meningkatkan kualitas pendidikan. Pendidikan menjadi unsur penting dalam meningkatkan ekonomi dan kemajuan daerah. Selama pendidikan meningkat, masalah kemiskinan akan teratasi, dan masyarakat akan semakin sadar dalam memilih pemimpin yang tepat.


Ketiga, menjaga budaya lokal. Di Aceh ada kearifan lokal yang sudah ada dan dipertahankan oleh leluhur masyarakat Aceh, yang sesuai dengan nilai islami. Pemimpin harus mampu melestarikan budaya daerah.


Keempat, menyesuaikan teknologi dengan budaya. Teknologi tidak boleh membuat masyarakat bergeser dari budaya dan nilai Islam. Sebaliknya, teknologi harus dikolaborasikan dan dijadikan alat untuk meningkatkan kompetensi diri serta pembangunan daerah.


Calon Bupati Aceh Besar ini menegaskan bahwa jika pemimpin memperhatikan keempat hal tersebut dan menjaga komunikasi dengan masyarakat, maka akan sukses memimpin daerah. Komunikasi dengan masyarakat sangat penting untuk menggali aspirasi, menemukan persoalan, dan mencari solusinya.


“Jika empat konsep ini dipelihara, akan sukses memimpin daerah,” jelasnya.


Terakhir, katanya, tidak ada sesuatu yang instan di bumi ini. Semua butuh proses. Nikmati prosesnya, insya Allah kalian akan sampai pada masanya.


Sedangkan Dr. Tgk. H. Teuku Zulkhairi, M.A., menyatakan bahwa kepemimpinan dalam Islam merupakan amanah yang sangat berat. Pemimpin bertugas membawa masyarakat menuju kebaikan dunia dan akhirat. Pemimpin juga berperan sebagai pemandu peradaban, yang harus memiliki visi keilmuan dan ketakwaan untuk membangun generasi berbudaya dan mampu bersaing.


“Rusaknya rakyat karena rusaknya para pemimpin, dan rusaknya pemimpin karena rusaknya ulama,” ujar Tgk. Zulkhairi mengutip kalam hikmah Imam Al-Ghazali.


Dalam dunia pendidikan, menurut Sekjen ISAD ini, pemimpin memiliki peran penting dalam mengembangkan sistem pendidikan yang berakar pada nilai-nilai Islam, menjadikan ilmu agama dan ilmu dunia sebagai satu kesatuan.


Ia menjelaskan bahwa dalam peradaban Islam, ilmu adalah fondasi dasar untuk membangun generasi cerdas dan inovatif. Khalifah Abbasiyah, misalnya, membangun Baitul Hikmah sebagai pusat pembelajaran ilmu pengetahuan yang menggabungkan studi keagamaan dan sains.


Akademisi UIN Ar-Raniry itu juga menyebutkan kalam hikmah yang cukup populer dari Imam Syafi'i, bahwa “Ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat.”


Menurutnya, keberadaan pemimpin sangat penting dalam menanamkan akhlak. Pemimpin yang baik akan menjadi teladan bagi masyarakatnya dalam berakhlak mulia. Hal ini tercermin dalam cara pemimpin membangun lingkungan yang kondusif bagi budaya islami yang kuat.


“Peradaban yang kuat adalah yang menyeimbangkan antara ilmu dan akhlak,” tegasnya.


Ia menambahkan bahwa pada masa keemasan Islam, seperti di Andalusia, budaya yang berkembang mampu menghormati nilai-nilai agama sekaligus inovatif dalam bidang seni dan sains. Ia mengutip nasihat Ibn Khaldun yang menyatakan bahwa “Kebudayaan adalah yang membedakan manusia dari binatang, yang menjadikannya memiliki nilai dan harga diri di hadapan manusia dan Tuhannya.”

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Hadirkan Para Pakar, Tastafi Kaji Pemimpin yang Ideal Menurut Islam

Terkini

Adsense