Lhoksukon – Mimpi besar kadang lahir dari tempat yang sederhana. Itulah yang dialami Syarifah Razalya Faradilla, siswi kelas X SMA Negeri 1 Matangkuli, Aceh Utara. Dari ruang kelas di pelosok Aceh, ia berhasil menembus program AFS Global STEM Innovators—sebuah ajang pertukaran pelajar bergengsi yang didanai penuh oleh perusahaan minyak asal Amerika Serikat, Harbour Energy.
Kepala SMA Negeri 1 Matangkuli, Khairuddin, M.Pd, mengatakan bahwa program ini merupakan kesempatan langka bagi remaja usia 15–17 tahun untuk mempelajari sains, teknologi, teknik, matematika (STEM), dan isu keberlanjutan global. Kegiatan ini akan berlangsung selama enam minggu, dimulai secara daring pada 4 Oktober hingga 2 November 2025, lalu dilanjutkan dengan pertemuan langsung di Jakarta pertengahan November.
“Syarifah bukan dari keluarga mampu, tapi dia punya semangat luar biasa. Pernah kalah di lomba pidato Bahasa Inggris, tapi tak berhenti di situ. Kini dia justru melangkah lebih jauh—menjadi bagian dari 100 peserta terpilih dari 1.200 pendaftar di seluruh Indonesia,” ujar Khairuddin dengan bangga.
Bagi sang kepala sekolah, keberhasilan ini bukan hanya pencapaian pribadi Syarifah, tapi juga bukti bahwa pendidikan berkualitas tak selalu harus lahir dari kota besar. “Sekolah kami di pelosok, tapi mimpi anak-anaknya sudah mendunia,” tambahnya.
Guru pembimbing, Roslaini, S.Pd, menceritakan proses seleksi yang cukup ketat. Para peserta harus menulis esai budaya dalam bahasa Inggris dan menunjukkan kemampuan berpikir global. “Meski sempat ragu karena program ini sepenuhnya berbahasa Inggris, Syarifah berani mencoba. Dan hasilnya, dia satu-satunya siswa dari Aceh Utara yang lolos di batch pertama tahun 2025,” ujarnya.
Program AFS Global STEM Innovators menghadirkan fasilitator internasional dari berbagai negara seperti India, Australia, Malaysia, dan Amerika Serikat. Melalui kegiatan ini, para peserta diajak untuk melihat dunia dengan perspektif baru—bahwa ilmu pengetahuan bisa menjadi jembatan bagi perdamaian dan kemajuan.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Aceh Utara, Muhammad Johan, M.Pd, turut menyampaikan apresiasi atas prestasi tersebut. “Pendidikan Aceh Utara sedang berbenah. Sekolah boleh berada di pedalaman, tapi wawasan anak-anaknya sudah mendunia,” tuturnya penuh semangat.
Perjalanan Syarifah menjadi pengingat bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya, melainkan batu loncatan menuju kesempatan yang lebih besar. Dari Matangkuli, semangatnya kini menembus batas dunia.[]
Editor: Redaksi