Banda Aceh – Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh menegaskan bahwa masih ada pemodal besar yang mendukung praktik penanaman ganja di Aceh.
Para petani yang sebagian besar tidak memiliki modal diduga menerima bantuan dari jaringan mafia, yang bahkan bisa berasal dari aparat penegak hukum, pejabat pemerintah, atau orang-orang di sekitar mereka.
“Para petani ganja ini sebenarnya tidak punya modal, tapi tetap bisa menanam. Artinya, ada pihak lain yang membiayai mereka. Ada mafia-mafia yang bertindak,” kata Kepala BNNP Aceh, Brigjen. Pol. Marzuki Ali Basyah, kepada Suaraaceh.net ,Selasa (4/2/2025).
Ia menambahkan bahwa mafia narkotika memiliki modal tak terbatas untuk mempengaruhi berbagai pihak, mulai dari petani, kurir, hingga jaringan distribusi yang lebih besar. Mereka kerap menawarkan iming-iming keuntungan besar agar masyarakat tetap menanam ganja.
Untuk mengatasi masalah ini, BNNP Aceh telah memperketat pengawasan di wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi pusat penanaman ganja. Salah satu langkah yang diambil adalah menggunakan teknologi drone untuk memantau lahan-lahan yang diduga menjadi tempat penanaman ganja.
“Hingga hari ini, kebun ganja hampir tidak terlihat lagi. Kalaupun ada, hanya tanaman kecil yang merupakan sisa pencabutan sebelumnya,” katanya.
Selain pengawasan teknologi, BNNP Aceh juga menggalang dukungan dari masyarakat dengan membentuk jaringan “intel masyarakat”. Ratusan warga direkrut dan diberikan pembinaan untuk membantu memberikan informasi terkait praktik penanaman ganja di daerah mereka.
“Kami mengajak masyarakat untuk menjadi bagian dari upaya pemberantasan ini. Informasi dari mereka sangat penting untuk mendeteksi dan mencegah praktik penanaman ganja sejak dini,” tambahnya.
Di sisi lain, BNN mengajak masyarakat untuk beralih ke pertanian legal dan produktif. Beberapa desa telah menerima bantuan bibit dan alat pertanian untuk mendorong mereka menanam tanaman yang mampu menopang kehidupan sehari-hari.
“Di Lamteuba, dua desa sudah kami berikan bibit kangkung, pakcoy, nilam, dan kelapa agar mereka bisa bercocok tanam di rumah. Di Gayo Lues, kami mendorong petani beralih ke kopi, sementara di Lhokseumawe, mereka didorong untuk menanam jagung,” jelas Marzuki.
Tahun ini, BNNP Aceh kembali menargetkan dua desa lagi untuk dibina dengan memberikan alat pertanian, pupuk, dan pelatihan agar mereka bisa menjadi petani palawija. Program ini akan mulai digarap pada pertengahan Maret 2025.
Meski upaya pemberantasan terus dilakukan, Marzuki menegaskan upaya ini butuh dukungan dan informasi dari masyarakat. Apalagi BNN tidak hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga pada pembinaan dan rehabilitasi bagi korban narkoba.
Tujuannya, praktik-praktik peredaran narkotika dapat dibasmi dan Aceh yang dikenal dengan daerah syariah benar-benar bebas dari peredaran narkotika.
“Kita juga melihat sejauh ini jumlah korban rehabilitasi mengalami penurunan 20 persen dari tahun sebelumnya, bisa jadi mereka memiliki kesadaran untuk mengobati mandiri atau berkurangnya pemakai,” pungkasnya.