Sabang – Di balik gemuruh ombak dan pesona bawah laut yang selama ini menjadi daya tarik utama Pulau Weh, kini muncul sebuah aroma baru yang tak kalah memikat: aroma cokelat premium yang telah menjelma menjadi ikon baru. CokBang (Coklat Sabang), produk olahan kakao lokal dari ujung barat Indonesia, telah bertransformasi dari usaha rumahan menjadi perbincangan di kancah internasional, membuktikan bahwa potensi ekonomi kreatif berbasis komoditas daerah memiliki daya saing global.
Kisah sukses CokBang berakar dari semangat dan ketekunan Melan Meta Diansyah, Kepala Produksi CokBang sekaligus penggagas utama gerakan ini. Melan mengenang, upaya ini bermula dari sebuah pelatihan kecil bidang kakao yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Pelatihan ini bukan sekadar transfer ilmu, melainkan sebuah percikan kesadaran kolektif yang menghidupkan kembali gairah petani kakao di Sabang yang sempat meredup.
“Awalnya kami benar-benar bermodalkan alat seadanya di dapur sederhana. Kami hanya punya teflon untuk menyangrai dan blender rumahan untuk menghaluskan biji. Tekstur cokelatnya masih jauh dari sempurna, bahkan banyak yang komplain karena masih kasar. Tapi kami terus belajar, mencari formula terbaik, dan berinovasi tanpa henti,” tutur Melan dengan mata berbinar, mengenang masa-masa awal berdirinya CokBang kepada awak media, Rabu, 4 November 2025.
Sabang, sebagai bagian dari Aceh, sesungguhnya telah lama dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kakao. Namun, kondisi pasar yang tidak berpihak sempat membuat sektor ini terpuruk. Anjloknya harga biji kakao kering yang hanya berkisar antara Rp13.000 hingga Rp16.000 per kilogram membuat banyak petani merasa putus asa. Kondisi ini memaksa mereka untuk mengambil keputusan pahit: menebang pohon kakao yang sudah menahun dan beralih ke tanaman lain yang dianggap lebih menjanjikan, seperti cengkeh.
Kehadiran CokBang menjadi titik balik. Dengan mengolah biji kakao lokal menjadi produk jadi bernilai tinggi, mereka berhasil memutus rantai harga murah di tingkat petani. “Saat kami mengikuti pelatihan, kami benar-benar sadar bahwa biji kakao Sabang itu punya cita rasa khas yang unik dan kualitas bagus—potensi premium yang selama ini terbuang percuma. Dari situ, kami mulai serius membangun produk cokelat lokal dengan standar yang tinggi,” ujar Melan.
CokBang kini memproses kakao dengan fokus pada fermentasi yang tepat dan pengolahan bean-to-bar, memastikan setiap batangan cokelat membawa karakter otentik dari tanah Sabang. Perubahan fokus ini tidak hanya meningkatkan kualitas, tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan petani di Sabang.
Dalam sebulan, CokBang (Coklat Sabang) kini mampu memproduksi sekitar 170 kilogram cokelat, dengan estimasi omzet tahunan yang mencapai angka impresif, yakni Rp300 juta hingga Rp360 juta. Pencapaian ini membuktikan bahwa produk UMKM lokal, dengan inovasi dan kualitas yang konsisten, mampu “naik kelas” dari sekadar oleh-oleh biasa menjadi komoditas ekonomi yang serius.
Produk cokelat premium Sabang ini tak hanya diminati di berbagai daerah di Indonesia, tetapi juga telah menarik perhatian pembeli dari luar negeri. Momen paling berharga adalah ketika CokBang dilirik oleh pembeli dari Jerman, sebuah negara yang sangat menghargai kualitas cokelat fine flavour.
“Kami sempat ditawari pembelian hingga 50 kilogram untuk dikirim ke Jerman. Walaupun sayangnya proses ekspor pertama kami gagal karena kendala administrasi dan perizinan, pengalaman itu adalah pelajaran tak ternilai. Itu membuka mata kami bahwa produk lokal kita, dari pulau kecil di ujung Indonesia, sangat mampu bersaing di pasar dunia,” jelas Melan dengan penuh semangat.
Meskipun telah mencapai tonggak sejarah yang membanggakan, Melan tidak menampik bahwa tantangan masih besar. Hambatan utama yang kini mereka hadapi adalah keterbatasan bahan baku yang konsisten dan keterbatasan alat produksi yang memadai. Saat ini, rumah produksi CokBang hanya mengandalkan empat mesin utama: mesin pemecah kulit (yang memisahkan kulit ari dari nibs), mesin pemisah lemak (untuk memisahkan cocoa butter), mesin pemoles, dan mesin penghalus (conching machine).
“Kami sangat berharap dukungan dari pemerintah daerah dan pusat terus berlanjut dan diperkuat. Empat mesin yang kami miliki ini sebenarnya adalah aset Pemda yang kami manfaatkan. Ke depannya, kami ingin memanfaatkan aset dan fasilitas ini secara maksimal, tidak hanya untuk produksi, tetapi juga untuk melatih lebih banyak tenaga kerja lokal di Sabang agar mereka memiliki keahlian dalam pengolahan cokelat dari hulu ke hilir,” ungkapnya.
Sebagai informasi tambahan, nama “CokBang” sendiri adalah singkatan cerdas dari Cokelat Sabang. Nama ini dipilih setelah merek awal mereka, “Cokelat Bangsa Sabang,” tidak lolos pendaftaran karena adanya aturan merek dagang yang tidak memperbolehkan penggunaan nama daerah secara langsung dalam merek dagang.
Dalam jangka panjang, CokBang memiliki visi yang lebih ambisius. Mereka ingin mengembangkan konsep agrowisata industri. Konsep ini akan mengundang wisatawan tidak hanya untuk menikmati keindahan laut, tetapi juga untuk langsung menyelami proses pembuatan cokelat—mulai dari melihat kebun kakao, menyaksikan proses fermentasi dan pengolahan biji, hingga mencicipi produk jadi langsung di dapur produksi.
“Cita-cita kami sederhana tapi mendalam: menjadikan Sabang dikenal bukan hanya karena wisata lautnya yang indah, tapi juga karena kualitas cokelatnya. Kami ingin setiap orang yang datang ke Sabang, pulang membawa oleh-oleh khas yang berkelas — bukan hanya dodol, bakpia, atau pernak-pernik lainnya, tapi sebatang cokelat asli Sabang yang bercerita tentang kebangkitan kakao lokal,” pungkas Melan, menggarisbawahi tekad mereka.
CokBang Sabang telah membuktikan diri sebagai contoh sukses UMKM yang mampu mengonversi komoditas lokal menjadi produk bernilai tambah tinggi. Dengan kualitas kakao yang unik, inovasi berkelanjutan, dan dukungan pelatihan serta akses pembiayaan yang memadai, produk cokelat dari ujung barat Indonesia ini tidak hanya berpotensi menjadi oleh-oleh wajib, tetapi juga ikon baru industri kakao nasional yang mampu membawa nama Indonesia ke pentas dunia.
Apakah Anda tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai varian rasa unik yang ditawarkan oleh CokBang?
Editor: Redaksi


















