Konflik Tak Berkesudahan Jadikan PT Blue Bird Tbk Makin Terpuruk
Jakarta – Hari demi hari kepercayaan publik terhadap PT Blue Bird Tbk terus terpuruk, ini nyata terlihat lebih seringnya saham PT Blue Bird Tbk terus jatuh.
Dalam bidang taksi ada 2 Blue Bird yaitu PT Blue Bird Taxi yang didirikan pada tahun 1971 dan PT Blue Bird Tbk yang didirikan pada tahun 2001. Maka perusahaan induk yang benar adalah PT Blue Bird Taxi dan bukan PT Blue Bird Tbk.
Bab ini membahas tentang penggelapan pada perusahaan induk, yaitu PT Blue Bird Taxi. Penggelapan saham PT Blue Bird Tbk akan dibahas pada bab lain, demikian keterangan resmi dr. Mintarsih Abdul Latief Sp.KJ kepada wartawan di Gedung IDX kawasan SCBD (Sudirman Central Business District), Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
Diungkapkannya sejak awal tahun 1983, seorang direktur teknik yang merangkap sebagai pemegang saham yaitu Teguh Budiwan tersingkir. Pada akhir tahun 1983, seorang komisaris yaitu Yusuf Ilham, yang merangkap sebagai pemegang saham juga tersingkir.
“Pada tahun 1994 Blue Bird mendirikan anak perusahaan bernama PT Ziegler Indonesia yang bekerja sama dengan PT Ziegler Internasional di Jerman, yang meng-ekspor mobil pemadam kebakaran ke manca negara, yang diprediksi akan menjadi perusahaan yang jauh lebih besar dari PT Blue Bird Taxi,” ujar Mintarsih.
Pada perseroan ini Purnomo dan Kresna (putra dari Chandra) menggelapkan saham Mintarsih yang sampai tahun 1997 belum berhasil mencapai perdamaian, sehingga oleh Mintarsih diperkarakan dengan no. perkara 270/PDT.G/2001/PN.Jak.Sel dengan Putusan bahwa semua saham yang digelapkan harus dikembalikan ke Mintarsih.
Sedangkan siasat penggelapan saham Mintarsih dilakukan melalui rangkaian siasat kotor yang akan diuraikan dibawah ini:
Siasat kotor pendahuluan:
“Sebelum saya memulai untuk membeberkan siasat-siasat kotor dan kekerasan yang terjadi, saya mengajak Purnomo yang mendirikan PT Blue Bird Tbk pada tahun 2001 untuk melakukan sumpah pocong tentang siapa yang menodong Ibu kita dengan pistol,” ungkap Mintarsih.
Dilakukan untuk menciptakan rasa takut agar tidak berani mengusut terjadinya penggelapan saham Mintarsih, yang dimulai dengan kekerasan fisik pada hari ke 13 meninggalnya pemegang saham Surjo Wibowo. Terjadilah kekerasan fisik terhadap isteri dari almarhum Surjo Wibowo yang usianya 74 tahun, yang dilakukan oleh Purnomo, isteri, dan putrinya (visum et repertum no. 88/VER/U/2000), diperkarakan melalui perkara no. 677/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel.
Kekerasan berikutnya adalah penculikan dan/atau percobaan penghilangan nyawa Mintarsih dan Tino (orang kepercayaan alm. Surjo Wibowo) yang diuraikan pada notulen rapat penculikan yang dipimpin Purnomo yang dilaporkan oleh tim penculik (tim 14). Jika berhasil diamankan, maka akan dialihkan ke tim 4 yang melibatkan dengan aparat. Di luar dugaan, tim 14 melaporkan upaya penculikan ini ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No. 218/PNH/2001, laporan tertulis di Notaris di Bogor dengan No. 302/W/VI/2015, No. 303/W/VI/2015, No. 304/W/VI/2015 dan 305/W/VI/2015, dan surat-surat diatas meterai. Nasib Tino berakhir dengan meninggal karena tabrak lari.
Tidak kalah menakutkan adalah surat perintah penangkapan Mintarsih oleh Kepolisian dengan alasan perbuatan tidak menyenangkan dengan No.Polisi Sprin/1294/XI/2000/Serse, dan Surat Perintah membawa Mintarsih sebagai tersangka dengan No.Pol : Sprin/383/SPTM/X/2000/Serse yang berlaku sampai proses penyidikan selesai, serta Surat Perintah Penggeledahan Badan, Pakaian dan Rumah dengan No.Pol. : Sprin/307/XI/2000/Serse.
Untunglah Mintarsih berhasil menghindar. Jika tidak, maka sesuai perintah, harus mendekam di tahanan sampai proses penyidikan selesai. Pada saat tersebut dikatakan bahwa Chandra (mertua dari Nikita Willy) tidak bersedia untuk ikut aktif dalam untuk menghilangkan nyawa Mintarsih, namun tetap aktif dalam penggelapan harta Blue Bird yang ditargetkan dengan beberapa siasat kotor.
Siasat kotor pertama :
Dengan adanya teror yang demikian menyeramkan, maka Mintarsih mengundurkan diri sebagai Pesero Pengurus/Direksi CV Lestiani melalui persetujuan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No.02/2001/SOM.PN.JKT.Pst tanggal 30 April 2001. CV Lestiani ini memiliki 45 % saham di PT Blue Bird Taxi dalam hal mana Mintarsih memiliki sepertiga bagian di CV Lestiani, yang berarti bahwa Mintarsih memiliki 15 % saham di PT Blue Bird Taxi.
Surat ini disusul dengan surat delegasi Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.31/Del/2001/PN.Jak.Sel tanggal 24 Juni 2001, dengan jawaban tertulis oleh Chandra dan Purnomo tentang tidak keberatan atas mundurnya Mintarsih sebagai persero pengurus.
Chandra dan Purnomo memanipulasi kata mundur sebagai pengurus menjadi mundur dari Perseroan. Kemudian membuat Akta perubahan nomor 5 tanggal 21 Desember 2001 yang dibuat oleh Notaris F.K. Makahanap, SH, SpN tanpa sepengetahuan Mintarsih sebagai Pesero/Pemegang saham CV Lestiani.
Siasat kotor pertama ini tidak berhasil melegalisasi Akta Perubahan no. 5 tanggal 21 Desember 2013, di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana Pasal 17 Anggaran Dasar CV Lestiani. Maka pada saat mengupayakan siasat kotor pertama ini, Purnomo dan Chandra tidak berhasil menggelapkan hak atas saham/sero Mintarsih di CV Lestiani.
12 tahun kemudian (setelah siasat kotor pertama), dilakukan melalui manipulasi Akta Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi No.14 tanggal 10 Juni 2013 dengan pengakuan yang menyesatkan yang tertera pada hal 26 baris ke 3, yang memanipulasi Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 31/Del/2001/PN.Jak.Sel tanggal 24 Juni 2001 yang dipelesetkan menjadi pengunduran diri sebagai Pesero dan halaman 28 baris ke 3 dimana terjadi manipulasi melalui penegasan pada Akta Penerimaan dan Pengunduran Diri Pesero nomor 20 tanggal 27 September 2001 dan Akta Perubahan No.5 tanggal 21 Desember 2001 yang mengganti pengunduran diri Mintarsih sebagai Pesero Pengurus yang dipelintir menjadi pengunduran diri sebagai Pesero.
Manipulasi yang terjadi pada Akta Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi ini berhasil disahkan oleh Kemkumham, walaupun RUPS tidak mencapai kuorum.
Sebelum adanya laporan ke Mabes Polri tanggal 2 Agustus 2023, dengan nomor LP/216/VIII/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI, yang masih menunggu dipanggilnya Purnomo, dkk notaris F.K. Makahanap membuat pernyataan tertulis bahwa jika surat Mintarsih tanggal 10 Oktober 2001 diperlihatkan oleh Purnomo dan Chandra, maka seharusnya Mintarsih tetap menjadi Pesero Komanditer, yaitu tetap menjadi pemegang saham CV Lestiani, dan hanya mengundurkan diri sebagai Pesero Pengurus.
Siasat kotor kedua :
Mendirikan PT yang namanya mirip dengan CV Lestiani yaitu PT Ceve Lestiani melalui Akta Perseroan Terbatas CV Lestiani No.1 tanggal 5 Maret 2002 yang menghilangkan saham Mintarsih di PT Blue Bird Taxi. Oleh negara Republik Indonesia, Akta PT Ceve Lestiani ini disimpulkan di Tambahan Berita Negara no. 6663 tahun 2002 pada halaman 2 membuat pengesahan sebagai berikut :
”Mengesahkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas : PT. Ceve Lestiani, NPWP : 02.160.382.4-014.000”.
MEMALSUKAN BERITA NEGARA
Namun Sri Adriyani Lestari dengan beraninya membuat palsu pengesahan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia nomor 6663 tahun 2002, dengan menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan status hukum dari Perseroan Komanditer CV Lestiani ditingkatkan menjadi Perseroan Terbatas “Ceve Lestiani”.
Cara dengan siasat kotor kedua ini tidak berhasil dalam menggelapkan CV Lestiani menjadi PT Ceve Lestiani ke PT Ceve Lestiani. Maka dilakukanlah manipulasi untuk mensahkan pemalsuan Berita Negara No.6663 tahun 2002 tersebut.
9 tahun kemudian (setelah siasat kotor kedua), dilakukanlah Manipulasi melalui Akta Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi No.14 tanggal 10 Juni 2013 yang tercantum pada halaman 7 baris ke 29 dengan cara membuat palsu Berita Negara No.6663 tahun 2002. Kali ini, saham/sero Mintarsih di CV Lestiani berhasil disahkan oleh Kemkumham melalui Akta RUPS luar biasa PT Blue Bird Taxi No.14 tanggal 10 Juni 2013, dengan membuat palsu Berita Negara, walaupun RUPS tidak mencapai kuorum.
Siasat kotor ketiga :
Dibuatnya Daftar Pemegang Saham tanggal 1 Mei 2013, hanya oleh Purnomo sebagai Direksi, tanpa melalui RUPS, tanpa sepengetahuan Mintarsih sebagai sesama Direksi, dan hanya dengan persetujuan sebagian pemegang saham, yaitu Purnomo, Kresna Priawan, Sigit Priawan, Bayu Priawan, Indra Priawan (Suami dari Nikita Willy) dan Gunawan Surjo Wibowo, dengan total kepemilikan 28,63 % saham PT Blue Bird Taxi, telah mengubah saham CV Lestiani menjadi PT Ceve Lestiani secara semena-mena cukup melalui rapat intern, tanpa prosedur hukum.
Sedangkan PT Ceve Lestiani tidak mempunyai hak suara, karena pada saat tersebut sedang diperkarakan dengan CV Lestiani berdasarkan perkara No.161/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst. Sedangkan pemegang saham Mintarsih, Lani Wibowo dan Elliana Wibowo tidak menyetujui perubahan tersebut.
Siasat kotor ketiga ini digunakan untuk persiapan manipulasi pada RUPS tanggal 10 Juni 2013, sehingga tidak sampai terjadi Penggelapan saham/sero CV Letiani maupun PT Blue Bird Taxi.
Sebulan kemudian (setelah siasat kotor ketiga), dilakukan manipulasi melalui Akta Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi No. 14 tanggal 10 Juni 2013, yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris, yaitu Notaris Teddy Anwar yang pernah dipenjarakan dengan No. 880/PID.B/2006/PN.JKT.PST, yang ikut menanda tangani Daftar Pemegang Saham yang hanya disetujui oleh sebagian pemegang saham tanpa melalui RUPS.
Inipun tanpa melalui RUPS, dan tidak mengakui akta terakhir yang disahkan Kementerian Kehakiman sebagaimana Akta Perubahan Anggaran Dasar P.T. Blue Bird Taxi tanggal 19 Pebruari 1991 dimana akta tersebut dinyatakan bahwa CV Lestiani sebagai pemegang saham PT Blue Bird Taxi dan bukan PT Ceve Lestiani.
Manipulasi dilakukan pada Akta Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi No. 14 tanggal 10 Juni 2013 pada halaman 21 baris ke 14 yang disalin sebagai berikut : ”Daftar Pemegang Saham seperti diatas telah disetujui dan di tanda tangani oleh peserta Rapat yang hadir dan dilekatkan pada minuta akta ini”; termasuk data pada halaman 22 baris ke 24 yang mencantumkan bahwa pemegang saham PT Blue Bird Taxi adalah PT Ceve Lestiani disahkan Kementerian Kehakiman berdasarkan Akta Perubahan Anggaran Dasar P.T. Blue Bird Taxi tanggal 19 Pebruari 1991).
Siasat kotor keempat :
Karena siasat kotor pertama, kedua dan ketiga untuk menggelapkan 45 % saham CV Lestiani ke PT Ceve Lestiani tidak satupun diikuti oleh pengesahan Kemkumham, maka dilakukanlah siasat kotor keempat melalui RUPS yang tidak memenuhi kuorum, yang tertera pada Akta Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi No.14 tanggal 10 Juni 2013.
Isi pada RUPS ini tidak berbeda dengan yang diterangkan pada Siasat kotor kesatu, kedua, ketiga yang secara hukum tidak berhasil disahkan, yang pada Akta tanggal 10 Juni 2013 berhasil disahkan dengan cara :
Mensahkan hasil RUPS hanya berdasarkan telah disetujuinya dan ditanda tangani oleh semua peserta Rapat yang hadir dan bukan atas dasar kebenaran hukum, seperti yang dijelaskan pada siasat-siasat kotor diatas.
Syarat mutlak dari RUPS tidak terpenuhi, karena hak suara yang tercapai hanya sebesar 28,63 % (yaitu hak suara dari Purnomo sebesar 6,66 %, Kresna Priawan sebesar 1,67 %, Sigit Priawan sebesar 1,66 %, Bayu Priawan sebesar 1,66 %, Indra Priawan sebesar 1,66 %, dan Gunawan Surjo Wibowo sebesar 15,32 %).
Sri Adriyani Lestari yang mewakili PT Ceve Lestiani dengan saham sebesar 45% tidak mempunyai hak suara, karena pada saat RUPS diadakan, PT Ceve Lestiani sedang diperkarakan dengan perkara No. 161/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst dari tanggal 8 April 2013 sampai tanggal 18 Pebruari 2014. Yang juga tidak ada hak suara adalah para pemegang saham yang tidak hadir yaitu sebesar 26,36 % terdiri dari Mintarsih sebesar 6,67 %, Lani sebesar 4,38 % dan Elliana sebesar 15,31 %. Namun Kemkumham tetap mensahkan Akta RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi no. 14 tanggal 10 Juni 2013, walaupun tidak mencapai kuorum.
Tidak ada pengesahan beralihnya saham Mintarsih di CV Lestiani sebagaimana Pasal 17 Anggaran Dasar CV Lestiani yang menyatakan bahwa segala urusan mengenai perseroan ini, para pesero memilih tempat tinggal tetap dan seumumnya di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Jakarta.
Lima bulan setelah tanggal disahkannya Akta RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi No.14 tanggal 10 Juni 2013, yaitu tanggal 9 Desember 2013 Surat Kepaniteraan Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. W10.U113774.12.2013.03, yang disalin sebagai berikut :
“….bahwa Minuta Akta Notaris mengenai CV. LESTIANI yang dibuat oleh Notaris DJOJO MULJADI, SH Nomor 99 tanggal 29 Juli 1971 telah didaftarkan dan telah dilegalisasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 9 Agustus 1971 No. 2328;”
Surat No.W10.U113774.12.2013.03 merupakan bukti mutlak bahwa CV Lestiani masih ada dan tidak beralih ke PT Ceve Lestiani.
Maka Akta RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi No. 14 tanggal 10 Juni 2013 harus dinyatakan batal demi hukum karena :
– Terjadi perubahan kepemilikan saham/sero di CV Lestiani, walaupun sampai tanggal 9 Desember 2013, Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tetap tidak pernah melegalisasi Akta Perubahan no. 5 tanggal 21 Desember 2001, yang dinyatakan melalui surat No. W10.U113774.12.2013.03.
– Terjadi pengesahan akta RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi No.14 tanggal 10 Juni 2013, yang dapat disahkan, walaupun hak suara RUPS tersebut jauh di bawah standar persentase hak suara yang mensahkan RUPS.
Selain siasat kotor ini, masih ada siasat-siasat lain yang manipulasinya lebih seru lagi yang akan dibahas kemudian, yang dapat mengguncangkan status PT Blue Bird Tbk yang telah dijual ke masyarakat.
Editor: Redaksi


















